Hingga Kamis (30/4/2020), Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, merawat sebanyak 840 pasien terkait Covid 19. Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I Laksamana Madya Yudo Margono menyatakan sebanyak 739 orang berstatus positif, 45 orang berstatus pasien dalam pengawasan (PDP), dan 56 kategori orang dalam pemantauan (ODP). Jam menunjukkan angka 08.00 WIb, Rabu (29/4/2020).
Di halaman Wisma Atlet, berjajar tenda tenda, terdiri dari tenda pemeriksaan rapid test, tenda untuk istirahat, dan satu tenda toilet. Di area halaman yang cukup luas, banyak orang duduk, rapi berjejer. Ketika masuk ke satu tenda besar, banyak orang duduk menunggu antrean.
Saking penuhnya antrean di dalam tenda besar, orang yang hendak menunggu giliran rapid test harus berada di luar, berpanas panas matahari. Menurut petugas sekuriti, rapid test di Wisma Atlet sudah tutup pukul 07.00 WIB. Sedang seorang relawan, Fara, menyebut antrean sudah mengular sejak pukul 05.00.
"Ini hari terakhir, jadi membeludak. Pada hari pertama kosong," katanya. Menurut Fara, rapid test diselenggarakan di Rumah Sakit Darurat (RSD) Covid 19 Wisma Atlet, Kemayoran, selama tujuh hari. Setelah tujuh hari, modelnya diubah menjadi rapid test mobile alias jemput bola bergerak ke wilayah pandemi.
Orang orang yang hasil rapid test nya negatif, langsung meninggalkan lokasi dan mendapat bingkisan biskuit, air minum, dan makanan ringan lainnya. Sedang orang yang hasilnya positif, dibawa ke tenda khusus untuk diwawancarai. Kemudian diminta menuju mobil ambulans yang sudah siap di gerbang tenda besar.
Sebelum dibawa ambulans, pasien positif diminta beraksi memperlihatkan lembaran hasil pemeriksaan, lalu difoto dan direkam video. Ambulans membawa mereka ke Unit Gawat Darurat (UGD) RSD Covid 19 Wisma Atlet. Di lobi UGD, para dokter dan petugas medis langsung menyambut.
Saat itu ada tiga orang yang sedang diperiksa. Dokter kemudian mengharuskan para pasien dalam pemantauan (PDP) untuk isolasi diri. Ada yang diperbolehkan isolasi mandiri, tapi ada juga yang harus menginap di Wisma Atlet.
Di UGD, sekira pukul 13.00 sudah ada tiga pasien yang tengah diperiksa. Sebelum naik ke ruang isolasi di lantai tujuh, para PDP dicek darah, rekam detak jantung, tensi, dan paru paru. Untuk mendapat ruang karantina di lantai 27 ternyata susah susah gampang.
Ada seorang PDP baru yang rencananya ditempatkan di ruangan nomor 25, tapi pasien lama di ruang itu menolak kehadiran orang baru, alasannya takut terinfeksi. Kalau petugas medis memaksakan, PDP lama mengancam memilih ke luar kamar. Petugas medis sempat bingung, lalu mencarikan ruangan lain.
PDP baru akhirnya bisa menempati ruangan 14, yang sudah diisi dua PDP. Ruangan isolasi itu cukup luas. Ada ruang tamu, kamar tidur dua, dan kamar mandi. Kamar tidur itu yang satu untuk dua orang berukuran 3 x 4 meter, ada dua tempat tidur, satu meja kecil, dan satu lemari besar.
Kemudian satu kamar lagi hanya berisi satu tempat tidur. Di ruang tamu ada sofa dan meja panjang. Sedang kamar mandi cukup luas. Sayang di kamar yang luas itu tak ada tempat penggantungan pakaian. Paku menancap pun tak ada.
Menjelang waktu berbuka puasa, petugas medis datang membawa dus makanan untuk berbuka puasa. Isinya daging sapi, ayam, rebus kedelai, rebus toge, dan pisang. Sedangkan untuk tajil sudah tersedia di dekat ruang perawat.
Beberapa menit setelah selesai buka puasa, seorang perawat masuk ke ruangan untuk memeriksa tensi. Kemudian ia mengabarkan ke PDP baru, esok hari akan dilakukan Swab, pemeriksaan lendir di tenggorokan. Petugas medis itu mengaku sudah sebulan tidak bertemu keluarga.
Ketika lepas dinas ia menempati kamar sebuah hotel yang disediakan pemerintah. Ia juga mengaku tak tahu sampai kapan ia bertugas di Wisma Atlet. Ada yang lucu di pakaian alat pelindung diri (APD) petugas medis. Misalnya di punggungnya bertuliskan, "Cepat Sembuh, Cepat Cari Jodoh."
Di balik kesungguhan melaksanakan tugas berat, ada keakraban di antara petugas medis. Sesekali saling bercanda dan memijat pundak untuk meregangkan ketegangan. Di ruang nomor 27 sudah ada pasien dua orang. Udin yang baru berusia 20 tahun, mengaku baru tiga hari menghuni kamar isolasi, namun sudah merasa jenuh. "Setiap hari cuma main ponsel, buka YouTube di laptop, mengaji, dan lari lari kecil olahraga. Jenuhnya bukan main," katanya.
Namun ia sering menghibur orang lain. "Yah, bagaimana lagi, kita nikmati saja, Pak," katanya.