Seorang pemudik bernama Tirta Prayudha membagikan ceritanya saat melakukan perjalanan mudik dari Jakarta ke Banda Aceh dan kembali lagi ke Ibu Kota di tengah pandemi Covid 19. Tirta menceritakan pengalamannya itu lewat utasnya di akun Twitter pribadinya,@romeogadunganpada tanggal 27 Mei 2020 lalu. Di awal utasnya, Tirta mengatakan akan menceritakan betapa susahnya melakukan perjalanan lewat jalur udara di tengah pandemi Covid 19.
Safely landed in Jakarta. Let me share you how difficult it is to fly in this current condition ." Mulai banyak yg nanya soalnya ," tulisnya. Tirta diketahui melakukan perjalan dari dari Jakarta ke Banda Aceh lantaran sang adik meninggal dunia.
Sebelum melakukan perjalanannya, ia menyiapkan berbagai macam persyaratan untuk bisa terbang ke Banda Aceh. Jadi, surat kematian adalah syarat utamanya. Kalau keperluannya yg lain gue gak tau. Dokumen lain: 1. KTP 2. Copy KK 3. Surat dari Garuda (bisa didownload). 4. Surat Kematian. 5. Hasil rapid test negatif.
Ini pas pulang ke Banda ," urai Tirta. Tidak hanya saat terbang ke Banda Aceh, kembalinya Tirta ke Jakarta juga membutuhkan sejumlah dokumen. Mulai dari hasil rapid test ke dua, KTP, surat kematian, dan surat dari Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP).
Di bandara Banda Aceh, harus ngisi kartu pernyataan karantina warna kuning ," imbuhnya. Tirta melanjutkan ceritanya, begitu ia sampai di Jakarta, pertama kali dirinya menjalani pemeriksaan dari petugas KPP di bandara. Ia juga diminta menyerahkan kartu karantina yang harus diisi ulang.
Pos berikutnya ada orang2 dari pemprov DKI, Satpol PP, dan aparat. Gue melihat beberapa marinir ," tulisnya. Ia menjelaskan waktu kembalinya ia ke Jakarta belum memakai Surat Izin Keluar Masuk (SIKM). Hal ini disebabkan sistem pendaftaran online SIKM masih dalam perbaikan.
Ia menyebut jika sistem pendaftaran online SIKM sudah siap, semua orang yang ingin masuk ke wilayah Jakarta harus mengantongi SIKM. Kalau nggak ada SIKM, harus bersedia dikarantina di Wisma Atlet ," imbuhnya. Tirta mengatakan selama pemeriksaan yang ia jalani semua tahapannya dilakukan penerapan protokol kesehatan pencegahan penularan Covid 19.
Seperti memakai masker hingga social distancing menjadi suatu yang harus dilaksanakan. Pun begitu nyampe, dianjurkan untuk karantina mandiri 14 hari ," katanya. Tirta dalam utasnya juga menceritakan kondisi bandara yang hampir tidak ada orang.
Lewat beberapa foto yang ia sematkan dalam utasnya menunjukkan suasan sepi di bandara tersebut. Hanya terlihat beberapa orang penumpang saja yang dapat dihitung dengan jari. Suasana yang sama juga terlihat di tempat parkir dan jalan setelah keluar dari bandara yang kosong melompong.
Di bagian akhir utasnya, Tirta menjelaskan proses yang harus ia lakukan mulai proses pemeriksaan dari bandara asal hingga bandara tujuan menjadi hal melelahkan baginya. Dua kali terbang di masa pandemi, gue bisa bilang kalau aktivitas seperti ini bisa dilakukan. It's doable ." It's troublesome, but doable. With strict protocols ."
Proses filteringnya berlapis, mulai dari bandara asal, hingga bandara tujuan ." And I saw some thermal cameras in place ." Intinya, kalau gak penting emang gak usah kemana2. Prosesnya melelahkan ," tulisnya kembali.
Tirta menjelaskan penerbangan tersebut ia lakukan sekitar dua minggu yang lalu. Sedangkan dokumen dokumen sebagai syarat untuk melakukan perjalanan Tirta siapkan 4 hari sebelum hari keberangkatan. Untuk biaya mengurus dokumen dokumen yang ada tidak dipungut biaya, kecuali surat keterangan hasil rapid test saja
"Harganya beda beda tergantung rumah sakitnya." "Di Jakarta saya bayar Rp489 ribu, di Banda Aceh Rp400 ribu," imbuh Tirta. Pria yang menjabat sebagai Chief Executive Officer (CEO) Big Alpha memberikan penilaiannya terkait proses yang melelahkan saat melakukan perjalanan di tengah pandemi Covid 19.
Ia memandang proses tersebut sudah baik dan benar. "Prosesnya dibuat tidak nyaman agar orang orang yang tidak memiliki kebutuhan yang mendesak, agar tidak bisa terbang. Tapi untuk orang orang yang benar benar harus terbang ke daerah, prosesnya tetap bisa dilakukan." "Yang perlu diperhalus adalah arus informasinya antara pemerintah, otoritas bandara maupun maskapai. Soalnya ada simpang siur informasi yang kemaren saya rasakan," kata Tirta.
Terakhir Tirta berpesan bagi masyarakat yang tidak memiliki kepentingan mendesak untuk tetap tinggal di daerahnya masing masing dan menunda perjalanannya hingga pandemi Covid 19 berlalu. "Jangan, karena risikonya tidak hanya ke diri sendiri tetapi juga untuk orang lain. Lebih baik mematuhi dan mengikuti proses dan prosedur yang sudah disiapkan." "Ribet memang, tapi mau gimana lagi. Kita dalam situasi tidak menyenangkan yang memaksa untuk bertindak seperti itu," tandasnya.